Thursday, April 9, 2015

"HUJAN TROPIS DI ARGOPURO. HUJAN PASIR DI BROMO, 2013" by Budi Abit

Setelah merasa sukses dengan trip pertama tim rukuk gunung ke Gunung Rinjani tahun sebelumnya, rencana 2013 kita terkesan buru-buru saking ngebetnya. Apalagi setelah melihat harga promo tiket sitilink menuju Bandara Juanda yang hanya 400rebu perak PP. Issued jauh jauh hari sambil berharap cuaca di akhir April sudah kering.


Park Life Lake, Argopuro


Tibalah hari yang di nanti2, 20 April 2013. Pertemuan kami yang kali ini dengan formasi kurang lengkap dikarenakan "Tuan Muda Nasdem" ada keperluan mengurus masa depan nya sebagai saingan ruhut sitompul. Okelah kita terima alasannya dan berangkat bertiga. Sebenarnya pemilihan gunung Argopuro adalah ide saya karena ada dalam list belum terdaki dan dengar2 eksotisnya padang savana Cisentor nya gak kalah dengan padang ilalang Rinjani. Cerita tentang para pendaki bertemu  kawanan rusa dan burung merak yang sedang main air dikawasan Rawa Embik juga menjadi attractive point tersendiri untuk berkunjung kesana. Sementara dua orang tua Bung Idep dan Om Ukih ikut2 saja karna kebetulan mereka juga belum kesana. 
http://kutugunung.com/catper-gunungindonesia-keindahan-tersembunyi-gunung-argopuro/

Pesawat termurah, pesawat hijau putih jadwal tengah malam yang kami tumpangi mendarat mulus di tanah ludruk di timur pulau Jawa. Kota Surabaya. Konon dalam beberapa buku dikatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dengan jurus Suro-nya dan Sawunggaling yang memiliki kanuragan Ilmu Boyo. Adu kesaktian dilakukan di pinggir Sungai Kalimas dekat Peneleh. Perkelahian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga. Kata "Surabaya" ini juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Menakjubkan begitu sampai kota tersebut hawa gerah langsung terasa (*gak ada hubungannya dengan bahasan adu ilmu pendekar2 masa lalu sebelumnya). Kota pelabuhan. Tanjung Perak tepi laut tercatat dalam sepenggal lirik salah satu lagu keroncong khas Jawa #hazeeg.

Mobil yang kami sewa melaju dengan tenangnya. Nama drivernya saya lupa. Tipe driver yang pendiam dan jauh berbeda dengan driver radio compo tim rukuk gunung waktu di Lombok lalu. Sekitar dua stengah jam perjalanan menuju arah selatan melalui lokasi bencana geologi yang cukup menggemparkan di Indonesia "Lapindo Mudvolcano Tragedy ". Kota Malang kota lingkar gunung yang berada pada elevasi rata2 667 m.dpl. Menjadikan kota yang banyak memiliki bangunan arsitektur Belanda ini terasa adem ayem tentrem bagi para penghuni dan supporter fanatik Aremania dengan slogannya "Salam Satu Jiwa".

Sepanjang jalan saya mencoba menghubungi seorang kawan di Malang. Untuk membantu kami dalam pendakian, sebagai guide sekaligus porter. Yappp sekali porter tetap porter. Jasa kuli panggul yang sangat diperlukan tim kami yang super sadar akan kondisi fisik jompo dan mental tempe mendoan nya. Sesampai di Malang kami menjemput 2 porter yang ternyata salah satunya perempuan. Wanita super dengan perawakan khas laki gunung dengan topi tentaranya. Hahaha agak takjub juga kami semua saat pertama tau bahwa porter kami wanita. sementara Bung Idep dengan gemulainya berkata "Saya sih tidak masalah... Cusss". 

Selepas membeli logistik yang cukup berangkatlah kami berlima menuju Desa Bremi. Kaki Gunung Argopuro yang berlokasi di kabupaten Probolinggo. Apesnya sang driver tidak tahu jalan dan guide porter mulai keluar tabiat aslinya. Bukannya bantu arahin jalan malah enak tidur dikursi belakang ckck (sabar sabar). 

Setelah nyasar beberapa kali dan nanya ke orang2 pinggir jalan akhirnya kami sampai di Desa Bremi. Cukup terpencil karna akses jalan dan transportasinya yang ada sangat terbatas. Kami menuju pos polisi kecil yang sekaligus pos pendakian disana. Untuk mengurangi bobot tubuh serta bagian dari managemen pencernaan kami pun melakukan ritual proses bongkar muat isi perut di kantor tersebut. All set dalam setengah jam kami sudah mulai berjalan beriringan menuju Gunung Argopuro dan camping ground target kami malam pertama adalah Danau Taman Hidup. 
Porter, sialan! :D

Ketahuilah tim kami adalah satu-satunya gerombolan pendaki sarap nekad yang mendaki gunung Argopuro saat itu di bulan April yang tidak jelas cuacanya. Dari kejauhan awan tebal mulai merangkak naik di sekitar jalur pendakian. Berita baiknya sepanjang jalur perkebunan palawija cuaca masih adem2 terik matahari hampir tidak kami rasakan. Namun berita buruknya kemungkinan hujan yang mendera nanti beberapa jam berikutnya. Setelah jalur perkebunan kami mulai memasuki areal hutan produksi.

Break pertama

Pohon karet dan pohon besar bercabang merah memonopoli pemandangan. Ada beberapa kali jalan memisah yang sulit dibedakan mana untuk pendakian mana untuk jalan orang kebun. Guide dan porter kami pun tidak bisa diandalkan... shiittt beberapa kali sy harus lepas keril lari maju dan lari mundur lagi, mencoba coba jalan sndiri dan bertanya kepada orang kebun untuk memastikan jalur pendakian kita benar. 
Red wood forest

Kami menamainya Redwood. Jalur hutan dan pohon karet yang batang besarnya memerah berbaris rapih seakan membentuk barikade buat para pendaki yang menuju Argopuro. ditengah hutan ada satu satunya bangunan dari kayu sepertinya rumah orang kebun atau para pemburu. Kami meringsek masuk dan duduk sekedar melepaskan ceril2 besar yang mengikat bahu sepanjang perjalanan. "Rokok sebatang dua batang dulu lah ya" ujar Om Ukih sambil cengengesan. Kemeja flanel nya sudah basah oleh keringat sepanjang jalur 1 jam pertama. Sebenarnya walau menyebalkan tapi agak salut juga dengan para porter kita ini. Fisiknya lumayan tangguh. Yang laki badannya kurus yang wanita pendek, bahkan sama cerilnya pun lebih tinggi ceril. Haduhhh jadi gak enak kami yang laki2 banget ini dibantu porter wanita. "Sudahlah kita kan bayar mereka" kata para tetua menenangkan :D.
Lakik banget berdiri tegak!


Merangkak banget 

Sekitar 5 menit rehat kami mulai bergerak lagi. Kali ini sy inisiatif didepan karna jalur sudah mulai menyatu. Walau makin sempit namun arahnya jelas ke puncak Argopuro. Lebih cepat kami bergegas walau jalur tanah liat yang agak licin mempersulit kaki kaki tua kami. Dari jauh sy liat "sepatu hiking Air Jordan" milik Bung Idep mulai mangap sol nya #meehhh. 


Air Jordan 50% 

Tiga empat titik pohon tumbang kami lewati. Ceril yang tinggi mempersulit melewatinya. Ranting ranting semrawut yang dapat menusuk mata dan batang kayu licin kita injak, beberapa kali nyaris terjatuh. Hujan mulai rintik rintik hingga makin besar dan ditambah angin kencang. Mimpi buruk pun mulai mengawang diotak. Jas hujan mulai kami keluarkan. Mendaki dalam keadaan pakaian, jaket dan sepatu basah benar2 menguras tenaga. Hujan yang turun dengan deras seperti jarum2 yang menusuk muka melas kami berlima, membuat nyali dan semangat kita agak ciut saat itu. Akhirnya kami stop berjalan dan duduk kehujanan dalam jas hujan dan ponco masing2 menunggu hujan reda.

Hari sudah mulai sore. perut belum terisi dan kondisi basah membuat kami malas berhenti untuk memasak dalam perjalanan. Hujan masih belum reda kami memutuskan jalan terus dan menuju camping ground. 1 jam 2 jam... dan akhirnya kami merasa sudah dekat dengan lokasi target, karna jalur relatif menurun dan kemungkinan menuju danau. Nyawa sepatu "Air Jordan" Bung Idep pun sepertinya sisa 10%. 
View from Camping Ground 

Dengan terseok seok kami semua sampai di camping ground Danau Taman Hidup. Danau sepi yang terletak ditengah hutan. Sendirian kami disana. Kesan tempat ini lembab, basah, gelap dan spooky. Agak sulit mencari tempat kering untuk menanam tenda. Berkeliling kami melihat sekitar hingga akhirnya dapat posisi strategis diantara pohon2 dan batang pohon besar jatuh sebagai penahan angin dan tempat jemuran. Dengan sigap kami dirikan tenda lafuma summertime sewaan itu. Aneh padahal Bung idep bawa tenda juga dari Jakarta hahaa. Curiga kami kena sirep jadi gampang dikerjain sama guide kampret ini :#. 


The mist on top of the lake

Sudah mulai gelap. Tenda berdiri dan satu persatu berganti pakaian kering menghindari hypothermia. Sulitnya ada rekan tim wanita jadi gak bisa ganti pakaian bersama dalam tenda seenaknya. Walau perkasa tetap saja wanita. Apalagi dengan cueknya si porter wanita pinjam handuk kecil saya, buat mengeringkan rambut katanya :( #shitt. Angin semilir menggerutu disenja yang basah itu dan gerimis masih semangat menyiram tenda sedikit demi sedikit. Saya coba berjalan ke arah danau.  Tidak ada sunset karna tertutup awan dan kabut gelap. Di kejauhan nampak 2 orang pemancing jauh di pinggir danau arah berlawanan. Lalu saya berpikir lagi, hmmm.. agak tidak yakin ada orang selain kami di tempat sepi itu. Selain bayangan org tadi yang sudah menghilang, yang terlihat hanya rumput basah, lumpur dan "pacet". Shiittt mungkin syaithoonn.. dan pastinya.. pacet. *kabur ke tenda*.
Pemuda Harapan Bangsa

Gelap sudah menguasai dan dingin makin menusuk tulang. Porter pria bergegas malas pergi ke tepi danau mengambil air untuk masak makan malam kami. Tenda yang pas pasan untuk kami berlima makin sempit dengan sleeping bag dan jaket goretex tebal kami. Hampir 50% barang bawaan basah karna hujan sepanjang jalur pendakian tadi. Beruntung pacet gak terlalu banyak saat itu. Portable stove dinyalakan dengan bahan bakar tabung gas kecil beli di indonmaret dekat rumah porter. Kami masak mirebus biar cepat dan bisa istirahat tidur lebih lama untuk melanjutkan pendakian besoknya. Setelah kenyang, ngopi dan rokok 2-3 batang sambil ngobrol2 tentang apesnya kami hari ini serta tidak lupa melaknati Air Jordan jebol milik Bung Idep yang sudah habis masa berlakunya. Waktu menunjukan pukul 9 dan gerimis mulai turun lagi. Kami sudah gak peduli dengan pakaian dan sepatu basah tadi. Semua masuk tenda, merebahkan badan dan mengambil posisi nyaman masing2. 

Sial, lagi lagi sial.. sang porter wanita perkasa ternyata tidak bawa sleeping bag, terpaksa Om Ukih meminjamkan sarung keramatnya #hiiyyyy. Agak sulit tidur malam hari itu. Mungkin bisa dibilang agak mengecewakan pendakian kami kali ini. Hujan menghancurkan segalanya. Selain itu sy merasa jalur yang kami pilih kurang tepat. mestinya jalur Baderan saja mungkin akan lebih bagus kondisinya. Ahh sudahlah akhirnya kami putuskan beristirahat. Dan jangkrik yang mendekam di rumput2 basah Danau Taman Hidup turut andil dalam mengisi soundtrack nina bobo kami di malam dingin itu.



Esoknya agak siang kami terbangun karna dingin yang menusuk semalaman membuat sulit tidur nyenyak. Sleeping bag merk Berghauss saya bekerja tidak sesuai dengan kenampakan di cover nya  bullshitt (comfort 0 deg C). Seperti biasa Bung Idep bangun lebih dulu dengan jaket adidas retro Mexiconya. 



Classic Mexico Boy



Saya menyusul lekas ke tepi danau buat turut hunting sunrise yang sudah mulai merayap diatap pohon- pohon rindang. Pagi itu permukaan jalan rumput menuju "Park Life" masih agak tergenang oleh banjir semata kaki karna hujan semalam, rumput hijau basah, becek tanah dengan harum lumpurnya. Saya masih ingat begitu dingin dan beratnya kaki sy melangkahkan kaki menuju Danau pagi itu beralaskan sendal jepit swallow biru. NEX-5 Mirror-less kamera sy keluarkan dan mulai beraksi. Paling gak adalah beberapa foto yang bisa saya jadikan kenangan dan bukti bahwa kami pernah kemari. Kabut pagi tipis seakan berlari diatas permukaan air Danau Taman Hidup. Ilalang setengah meter yang hijau terang di sekeliling danau turut menambah kesan betapa menariknya tempat itu jadi object foto alam jika disabangi saat cuaca cerah. #sigghh



Danau Taman Hidup, Argopuro, Bremi


Selang stengah jam giliran Om Ukih yang mnyusul ke tepi Danau Taman Hidup.  sepertinya nyenyak sekali ia tidur semalam. efek satu sarung berdua dengan sang wanita perkasa #ciyee. Dan setelah merekam beberapa gambar matahari pagi kami berdiskusi lagi di tepi danau untuk planning pendakian di 2 hari tersisa. 


Path boy Slim


Sayang sekali cuaca di kediaman dewi rengganis masih tetap buruk hari itu. Pakaian dan perlengkapan masih basah sisa hujan sepanjang jalur kemarin, serta dikarenakan solideritas kami yang tinggi terhadap kawan yang tidak bisa melanjutkan perjalanan karna alas kaki dan mentalnya somplakk. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian ke Puncak Rengganis, yang artinya tidak bisa bersantai santai lihat kijang di lapangan rumput Cisentor dan bye bye ngasih empan burung merak di padang rumput jalur Baderan. #hiks  


Tumben rajin 


Sudah agak siang, Porter pria yang egois akhirnya bangun keluar tenda dan ambil air buat masak pagi kami. Tidak lupa dengan cueknya dia minta difoto pakai kamera kami dan dengan pedenya bilang "kirim hasilnya via email ya bang". Bang bang. bang bang tuttt!! #sabarsabar









Tak lama kita kembali ke tenda. Saat kedua porter itu masak kami mulai packing kembali. tas ceril masih agak lembab, Sinar mentari pagi masih ragu2 untuk tampil sehingga tidak cukup memanaskan tenda dan jemuran kami. 


Pakaian kemarin, sepatu dan kaos kaki masih basah total sementara handuk dan sarung pun masih lepek karna dipakek semalaman dan buat mengeringkan rambut oleh porter wanita perkasa. ckckc. 




Sarapan pagi sudah siap juragan. Mie rebus abon sapi dan teh manis hangat. Kopi susu torabika lumayan mengisi pagi, menghangatkan perut dan membuat senyum kami bertiga agak lebih ceria. Satu jam kami selesai sarapan pagi, merapikan tenda dan packing isi ceril dengan sempurna. Siap untuk melanjutkan perjalanan kembali. Tak lupa foto- foto team sebelum turun lengkap dengan perabotan masing- masing. Kantong sampah tidak lupa digandul oleh Bung Idep sebagai baret oren. Perwakilan suku dinas kebersihan pemkot jakarta yang selalu mengingatkan kita akan "Tiga Hal Utama dalam Sebuah Perjalanan Pendakian
" Leave nothing but footprint, Take nothing but photo and Kill nothing but time". #hazeeg




Rain tropical forest
All set dan kami pun siap meluncur turun. Tak lupa Bung Idep meminjam sendal jepit sang porter dikarenakan sepatu butut nya jebol dalam pendakian sesuai perkiraan. Yah daripada nyeker. Apa boleh buat. Duh ngisin ngisini persatuan employee cepron warga gunung kidul :D 

Hari masih agak teduh saat kami meringsek turun kembali menuju basecamp Bremi. Yang kami ingat adalah pohon- pohon tumbang dengan ranting- ranting yang berserakan menutup jalur pendakian, batang pohon besar dengan atap seperti payung tempat kami berteduh saat hujan lebat kemarin, jalur hutan Redwood bercabang merah besar dan bening nya sungai mata air warga Bremi yang dekat dengan ladang penduduk, sangat segar dan dinginnya saat membasuh muka kami menghilangkan lelah dan peluh seketika. #nyessshhh

Om Ukih dengan udut jisamsu basah sisa hujan kemarin seperti biasa jalan berjarak di belakang, sedangkan saya mengatur waktu menemani porter pria didepan berjalan agak cepat mengingat ingat jalur pendakian. Sial.. Beberapa kali bagian lengan kaos the north face sy tersangkut ranting pohon hingga sobek lumayan. Bung idep dengan mental sendal jepitnya masih megap megap saat bertemu tanjakan. Maklum mesin tua. hahaha Begitu variatif tim pendakian kita namun selalu kompak saat istirahat dengan pose rukuk nya. namanya juga #rukukgunung :D.

Sekitar 4 jam kami berjalan cepat sambil menahan bokauw. Akhirnya sampai di Pos Pendakian Bremi. Waktu menunjukan pukul 1 siang. Sedangkan angkutan desa yang tersedia hanya ada sore hari. Ceril Vaude Spider 40liter saya jebol karna kena ranting tajam saat menunduk melewati pohon besar yang jatuh ditengah jalur. 


Warteg --- Foodgasm

Benar2 pendakian yang mengenaskan. Om Ukih punya ide cemerlang menghabiskan 2 hari terakhir mengunjungi Pasir Berbisik Bromo. Segera kami bergegas bersemangat. 

Mandi lalu makan siang bersama di warteg dekat posko pendakian.  Nasi samble, Tempe mendoan panas dan endog asin ceplok. What a life!! 






Tepat pukul 3 sore angkutan desa satu-satunya telah datang dan siap meluncur ke terminal bus terdekat. 

Menuju senja kami naik bus ke kota Malang. Sampai di basecamp Bromo kami bersantai lalu jalan kaki cari tempat nongkrong "Warung Inggil".


#rukukgunung society
Pada akhirnya.. Benar kata orang bijak. "Setiap perjalanan memiliki cerita tersendiri yang khas. Hidup hanya sekali. Maka sepatutnya berarti"

Dan berikut penggalan foto-foto kami saat mengunjungi Gunung Sejuta Umat alias Bromo :D. Enjoy!!!





Pecinta kuda!!




Nyari belalang
Nyari kupu2











"There was a time some time ago
When every sunrise meant a sunny day, oh a sunny day
But now when the morning light shines in
It only disturbs the dreamland where I lay, oh where I lay
I used to thank the lord when I'd wake
For life and love and the golden sky above me
But now I pray the stars will go on shinin'
You see in my dreams you love me

Daybreak is a joyful time
Just listen to the songbird harmonies, oh the harmonies
But, I wish the dawn would never come
I wish there was silence in the trees, oh the trees
If only I could stay asleep
At least I could pretend you're thinkin' of me
'Cause nighttime is the one time I am happy
You see in my dreams

We climb and climb and at the top we fly
Let the world go on below us
We are lost in time
And I don't know really what it means
All I know is that you love me
In my dreams

I keep hopin' one day I'll awaken
And somehow she'll be lying by my side
And as I wonder if the dawn is really breakin'
She touches me and suddenly I'm alive"


Reo Speedwagon.


Budi Abit, April 2015.